...Selamet Dateng @ Jepretan & Coretan ala Goblog...

Traveling Kuliner Sehari

Traveling dan kuliner merupakan metode relaksasi untuk sejenak melepaskan diri dari rutinitas hiruk-pikuknya kehidupan di kota besar, seperti Jakarta. Beruntungnya, kita yang tinggal di Jakarta sudah dikelilingi oleh berbagai kuliner lezat dari berbagai penjuru Indonesia hingga mancanegara. Berikut ini adalah 5 rekomendasi yang bisa kamu coba untuk Traveling Kuliner Sehari. Check it out!

The Guilty Pleasure of Sego Koyor

Janji untuk sampai di rumah sebelum magrib, aku tepati. Pamanku juga sudah sampai di rumah dan bersiap menuju Langgar atau Mushola untuk menunaikan salat magrib. Sebelum beliau memanggilku, aku sudah langsung menghambur ke kamar mandi dan ikut bersiap menyusulnya ke Langgar. Entah kenapa, aku selalu suka salat berjamaah di Langgar, perasaan tenang dan begitu khusyuk rasanya berkomunikasi dengan Allah SWT dalam salat dan zikir.

“mas, aku nanti mau jalan ke alun-alun, mau ikut?” Ajakan sepupuku seusai salat ini tak mungkin aku tolak, karena aku tahu di sekitar Alun-alun Purworejo pasti banyak bertebaran makanan enak.

The Spot

Ada kalanya aku memilih diam, seksama mendengarkan bait demi bait puisi berbalut nada yang mengalun santai di telingaku melalui earphone dari sebuah MP3 Player, ketika aku menggowes sepeda menuju sebuah tempat yang paling aku tahu kesejukan tempatnya dan suasana yang mampu membuat perasaanku tenang, selain itu pastinya ada sajian kuliner yang enak disana.

Kesetanan Rawon

Selesai satu porsi Mie Lethek, aku berjalan kembali ke gerbang pasar. Apabila aku pulang, rasanya tanggung sekali pulang ketika siang begini, di mana waktu masih panjang dan aku masih bisa eksplorasi kampung halamanku, Purworejo, Jawa Tengah. Tiba-tiba di depan gerbang pasar, aku bertemu dengan pamanku yang sedang bersepeda menuju pasar. Segera aku hampiri dan menegurnya. "sudah kemana saja di pasar sendirian?" Pamanku bertanya dengan logat jawa yang kental. Sedikit aku ceritakan kegiatanku hari ini, tiba-tiba dia menyuruhku, "Sudah cobain Rawon Setan belum? Itu yang ada di sebelah stasiun..." Aku hanya menggeleng dan bertanya arahnya.

Akulturasi Kuliner Dua Budaya

Setelah dahaga terpadamkan oleh Es Dawet Ireng, aku mempersiapkan kameraku dan mulai menjelajahi tiap sudut pasar untuk mencari objek foto yang menarik. Aku mulai menjelajahi seisi pasar mulai dari lantai satu. Aktivitas yang terjadi disini sungguh beragam, masyarakat yang datang tidak hanya untuk membeli barang-barang yang dibutuhkannya dari para penjual, tetapi interaksi tatap muka dan komunikasi dua arah adalah yang menjadikan setiap pasar begitu hidup di sepanjang waktu. Dan benar saja, di setiap ruang dan sudut pasar, selalu terdapat beragam momen menarik untuk diabadikan, dengan berbagai cerita di dalamnya.

Yang Hitam Manis, Rasanya Legit

Matahari belumlah sampai di puncak kepala, tetapi terik dan panasnya udara sudah membuatku berkeringat sehabis berjalan menuju Pasar Baledono, Purworejo, Jawa Tengah. Sekitar dua ratus meter dari pintu gerbang pasar, sebuah spanduk berwarna hijau yang melambai ditiup angin mencuri perhatianku untuk membaca tulisan yang tertera, "enak juga kayaknya, bolehlah mampir sebentar..." Benakku ternyata sejalan dengan langkah kakiku untuk menghampiri spanduk hijau bertuliskan Warung Es Dawet Ireng Khas Purworejo.

The Art of Nyasar

"Nyasar" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, memiliki kata dasar Sasar, yang berarti tersesat atau kehilangan arah. Kata Nyasar lebih akrab di telinga orang Indonesia daripada kata Tersesat, kenapa? Karena, kalau tidak kepepet, mana ada orang Indonesia punya hobi baca kamus?

Adalah rasa keingintahuan yang membulatkan tekadku untuk menyambangi salah satu pantai yang kabarnya paling keren seantero pulau Bali. Nama Pantai Padang-Padang. Lokasinya jelas aku belum tahu, dan bermodal selembar peta dan bensin 2 liter di motor bebek otomatis sewaan, aku melenggang keliling selatan Bali. Jon Bon Jovi Bilang ”I’m a cowboy, on the steel horse I ride..” sedangkan Auzta Salman bilang “Akulah bolang, mengendarai bebek otomatis beroda dua..”.


Manusia, Komunikasi & Budaya

Ketika kita berpaling ke masa lalu dan mengingat kembali, sejak kapan kita mulai berkomunikasi dan kita mengenal budaya sebagai bagian dari alur kehidupan kita? Sekilas memori terbayang meretas waktu, seakan tahu bagaimana ketika ibunda berbicara dengan kita saat masih menjadi satu dalam dirinya, dan ayah menjadi sosok ’nahkoda’ yang membimbing dan mengajari kita dalam mengarungi lautan kehidupan dengan ilmu agama, budaya, adat, keikhlasan dan kebijaksanaan. 

Sehingga sampailah kepada diri kita saat ini, dengan komunikasi dan budaya dari orangtua kita. Komunikasi dan budaya ibarat saudara kembar yang memiliki peran berbeda namun saling berkaitan dan membutuhkan. 

Menemui Surya di Puncak Raja

Maret 2011

Sebuah vonis dijatuhkan dalam sebuah persidangan. Ini vonis bukan sembarang vonis, tapi vonis kenyataan hidup. Karena dinyatakanlah aku lulus dari gelar mahasiswa dan mendapatkan gelar Sarjana Sastra Bahasa Jepang.

Setelah keluar dari ruangan sidang, salah satu dosen bertanya ”mau ngapain setelah ini?”

Satu jawabanku “mau ke Bromo”.

...Mulailah Langkahmu Dengan Berdoa...

Si Mbah, 12.35 WIB

Walau tak tepat waktu, begitu tenang rasanya kala selesai aku tunaikan ibadah salat wajib urutan kedua pada hari ini. Merambat melalui frekuensi udara dan mengalun bagai lagu dalam gaung peron stasiun kereta dengan tenang, lantang dan memberikan informasi dengan lengkap, "Kepada para penumpang Kereta Api Kelas Ekonomi Matarmaja, mengawali perjalanan dari Stasiun Pasar Senen hingga Stasiun Malang, silahkan mempersiapkan diri di peron jalur 4..." itulah suara sang-announcer Stasiun Kereta Pasar Senen, Jakarta Pusat.

after Sunrise after Sunset

Lenggang lenggok Jakarta
Suka membuat orang lupa
Terpikat oleh manisnya cerita
Mudah jadi jutawan di sana

Ribuan mimpi-mimpi ada
Menggoda mereka
Jangankan kau cari surga dunia
Neraka dunia pun ada


Andi Mariam – Lenggang Lenggok Jakarta

Surga Berbau Amis

Sama sekali bukan halangan bagiku yang doyan makan seafood untuk berbaur dengan bau amis, jalanan becek dan beragam mahluk laut yang bergelimpangan di Pasar Ikan Muara Angke, Jakarta Utara.

Saking niatnya berangkat subuh, aku malah kepagian sampai di dermaga. Akhirnya balik lagi ke pasar dan motret jasad-jasad penghuni lautan yang sudah tak bernyawa.

Kebelet On Air

Segala sesuatu yang pertama serba itu memang berkesan, bikin grogi, tak terlupakan, bahkan agak memalukan. Seperti cinta pertama, ciuman pertama, malam pertama, pacar pertama dan lain-lain yang pertama. Tapi kalau pengalaman pertama yang satu ini sungguh di luar ekspektasi, tak terlupakan dan sangat memalukan. Karena di sini terlihat betapa polos, norak dan penakutnya aku kalau naik pesawat.

Pertama kali aku naik pesawat adalah saat aku akan travelling ke bali bareng teman ku untuk menghadiri pernikahan seorang teman yang ada di bali, sekalian jalan-jalan gitu maksudnya.

Sungguh sebuah perasaan yang memacu adrenaline. Sejak sampai di bandara sampai ke persiapan takeoff pesawat wajahku pucat karena gugup, mulut komat-kamit berdoa, mata merem melek.

...Akhirnya takeoff dengan lancar, kemudian sesuatu terjadi saat pesawat terbang tenang menembus malam...

Merinding di Kraton Solo



Alun-Alun Kidul Kuto Solo, 07.45 WIB

Dentuman itu satu persatu melambat bersambut dengan desis rem kereta yang menandakan perjalanan Lokomotif Bengawan pagi hari itu telah mencapai tujuannya di Stasiun Solo Jebres, Kota Solo.

Pagi yang hangat menguapkan hawa dingin dari dalam tubuh, silau matahari pagi menandakan sepertinya hujan enggan turun hari ini. Berarti, ini adalah awal yang baik untuk memulai sebuah perjalanan yang menarik di kota yang mempunyai banyak sudut yang artistik. Kota Surakarta atau lebih kita kenal dengan Kota Solo.

Kraton Surakarta Hadiningrat adalah yang menjadi tujuanku kali ini