...Selamet Dateng @ Jepretan & Coretan ala Goblog...

Kesetanan Rawon

Selesai satu porsi Mie Lethek, aku berjalan kembali ke gerbang pasar. Apabila aku pulang, rasanya tanggung sekali pulang ketika siang begini, di mana waktu masih panjang dan aku masih bisa eksplorasi kampung halamanku, Purworejo, Jawa Tengah. Tiba-tiba di depan gerbang pasar, aku bertemu dengan pamanku yang sedang bersepeda menuju pasar. Segera aku hampiri dan menegurnya. "sudah kemana saja di pasar sendirian?" Pamanku bertanya dengan logat jawa yang kental. Sedikit aku ceritakan kegiatanku hari ini, tiba-tiba dia menyuruhku, "Sudah cobain Rawon Setan belum? Itu yang ada di sebelah stasiun..." Aku hanya menggeleng dan bertanya arahnya.

 
Pamanku lalu menyerahkan sepedanya dan meminjamkannya untukku sebagai transportasi berkeliling Purworejo. "terima kasih banyak pakde... Nanti saya pulang sebelum magrib..." Seruku seraya berlalu menggowes sepeda kumbang, biarpun usianya sudah dua kali lipat usiaku, tapi masih terawat dan berfungsi dengan sangat baik.


Ada sebuah istilah, "orang Indonesia kalau belum ketemu nasi berarti belum makan", dan sepertinya istilah itu benar untukku. Karena walau habis makan Mie Lethek Goreng, ternyata aku masih berminat memburu makanan berat lainnya hasil rekomendasi pamanku. Aku sudah pernah makan rawon, tapi ini Rawon Setan. Namanya saja sudah seram, seakan-akan menghantui para pecinta kuliner seperti aku. Sebelum menemukan warung makan Rawon Setan, aku harus sampai di Stasiun Purworejo, Jawa Tengah terlebih dahulu.

Lima belas menit aku bersepeda, ditengah terik matahari yang tepat sudah sepenggal kepala, udara panas yang lembab, seakan mengakibatkan pedal sepeda ini terasa semakin berat saja setiap aku kayuh. Tak henti bulir-bulir keringat mengalir mulai dari kening, pelipis, hingga ke leher. Sungguh suatu siang yang begitu panas. Tampak dari kejauhan, sesosok tembok putih nampak lebih terang dalam pandangan mata ketika dipantulkan terik matahari, aku langsung mengenali tembok dari bangunan itu, segera aku percepat laju sepedaku mendekatinya, dan sebuah papan besi persegi panjang bertuliskan Stasiun Purworejo membuatku mampu bernafas lega "untung aja nggak kesasar.." fikirku lega.


Benar saja apa yang pamanku katakan, warung nasi rawonnya terdapat persis di sebelah stasiun. Aku parkirkan sepeda kumbang kesayangan pamanku ini bersandar di bawah pohon, "sepeda tua seperti ini ada yang akan maling nggak ya?" sempat muncul rasa khawatir untuk meninggalkan sepeda ini tanpa terkunci. Sambil aku melihat sekeliling, aku menemukan seutas tali tak terpakai di dekat sepeda, segera saja aku ikatkan tali ke batang sepeda dan ke pohon, "lumayan, buat pengamanan pertama" Semoga sepeda ini masih berjodoh dengan pamanku.

Sedia Nasi Rawon Setan, itulah tulisan yang terpampang dalam spanduk putih besar yang menutupi bagian depan warung makan ini di pinggir jalan. Segera saja aku masuk dan berbaur dengan hiruk pikuk dalam warung. Semua bangku sudah terisi penuh, beberapa pembeli juga berdiri sambil mengantri, dan sepertinya aku harus ikut barisan dan menunggu giliran. “Nasi Rawon satu porsi pak…” Pintaku seraya mengambil satu posisi duduk yang sudah kosong.


Nasi Rawon adalah menu makanan yang umumnya umumnya dikenal masyarakat sebagai kuliner khas dari khas Jawa Timur. Kuliner ini berupa sup daging sapi dengan kuah berwarna hitam. Bukan hanya warna hitam dalam kuah rawon yang menjadikan kuliner ini unik, tetapi aroma yang sangat khas dan kenikmatan rasanya juga membuat air liur seperti berkumpul di pelupuk bibir. Semua kenikmatan ini berasal dari bumbu khas rawon yang bernama Keluak. Nasi Rawon biasanya disajikan dengan potongan tauge, jeruk nipis, kerupuk udang dan sambal. Tapi, untuk Nasi Rawon yang satu ini, beda dari yang lain. Rawon Setan, ternyata adalah sebutan untuk Nasi Rawon dengan sambal super pedas yang bisa bikin penikmatnya kepedesan, tapi ketagihan dalam waktu bersamaan. 

Jujur, aku sempat khawatir juga, apakah aku akan kuat dengan rasa pedas dari Rawon Setan? Karena aku lihat beberapa orang yang sedang makan, selalu bercucuran keringat, menenggak segelas air dingin, menyeka keringat di wajah dengan tisu berulang-ulang, bahkan ada yang wajahnya memerah menahan rasa pedas. "Silahkan mas.." Seorang pramusaji menyodorkan semangkuk Rawon Setan yang masih panas di hadapanku. Setelahnya, sepiring nasi panas yang ditaburi bawang goreng, beserta potongan tauge dan jeruk nipis juga disandingkan bersebelahan. Aku takjub, aromanya begitu berbeda dari Nasi Rawon lain yang pernah aku cicipi. Seperti ada campuran beberapa rempah-rempah di dalamnya. Tetapi, sekejap ketakjuban itu berganti uap keringat yang mulai merembes keluar dari kulit wajah, sejenak aku menelan air liur yang terkumpul di pangkal lidah. Kini berganti, semerbak aroma sambal yang sangat pedas memasuki rongga penciumanku. Gentar? Tentu saja tidak. Segera aku ambil dua keping kerupuk udang dan aku campurkan nasi ke dalam kuah rawon, tak lupa potongan tauge, dan jeruk nipis, lalu aku aduk menjadi satu.

Aku sungguh menikmati suapan demi suapannya. Semain aku merasakan pedasnya semakin aku ingin lagi dan lagi menikmatinya. Walau harus bermandikan keringat, tapi aku puas. Kini, sepertinya aku butuh tempat untuk menyejukkan badan sekaligus mengistirahatkan perut yang sudah penuh terisi. Rasanya sulit sekali berjalan dengan perut kenyang seperti ini. Akhirnya, pelan tapi pasti aku berhasil mencapai parkiran sepeda.

0 comments:

Post a Comment